Tuesday, August 21, 2012

Demokrasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Demokrasi memungkinkan rakyat menentukan pemimpinnya melalui pemilihan umum.
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).[1] Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) "kekuasaan rakyat",[2] yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.[3] Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat).[4] Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat".[5] Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan.[6] Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.[7]
Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem pemerintahan sebagai respon kepada masyarakat umum di Athena yang ingin menyuarakan pendapat mereka.[5] Dengan adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahan otoriter lainnya dapat dihindari.[5] Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat, namun pada masa awal terbentuknya belum semua orang dapat mengemukakan pendapat mereka melainkan hanya laki-laki saja.[8] Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan penduduk yang orang tuanya bukan orang Athena tidak memiliki hak untuk itu.[9] [8]
Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.[10] Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan.[11] Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut.[11]

Sejarah demokrasi

Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia.[9] Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota yang independen.[9] Di setiap negara kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.[9]
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern.[9] Yunani kala itu terdiri dari 1,500 negara kota (poleis) yang kecil dan independen.[12] [3] Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi.[3] Diantaranya terdapat Athena, negara kota yang mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu demokrasi langsung.[13] Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang penyair dan negarawan.[3] Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan.[3] Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan Athena.[3] Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan.[14] Namun dari sekitar 150,000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.[8]
Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM hingga 27 SM.[9] Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan dimana terdapat beberapa perwakilan dari bangsawan di Senat dan perwakilan dari rakyat biasa di Majelis.[14]

Bentuk-bentuk demokrasi

Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan.[5]

Demokrasi langsung

Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan.[5] Dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi.[5] Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal terbentuknya demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya.[5] Di era modern sistem ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan hal yang sulit.[5] Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan politik negara.[5]

Demokrasi perwakilan

Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.[5]

Prinsip-prinsip demokrasi

Rakyat dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan politik dan sosial.
Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.[15] Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi".[16] Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:[16]
  1. Kedaulatan rakyat;
  2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
  3. Kekuasaan mayoritas;
  4. Hak-hak minoritas;
  5. Jaminan hak asasi manusia;
  6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
  7. Persamaan di depan hukum;
  8. Proses hukum yang wajar;
  9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
  10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
  11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

Asas pokok demokrasi

Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial.[17] Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:[17]
  1. Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
  2. Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.

Ciri-ciri pemerintahan demokratis

Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik
Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.[4] Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:[4]
  1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
  2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
  3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
  4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum
  5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
  6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
  7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
  8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
  9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).

Politik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  • politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

Etimologi

Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota).
Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.

Ilmu politik

Teori politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.
Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.

Lembaga politik

Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.

Partai dan Golongan

Hubungan Internasional

Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.
Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.
Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.
Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.
Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan memengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

Masyarakat

adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.

Kekuasaan

Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

Negara

negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933

Tokoh dan pemikir ilmu politik

Tokoh-tokoh politik

Pemikir-pemikir politik

Mancanegara

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

Indonesia

Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.

Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Contoh Naskah Drama 4 Orang Pemain


Pagi Bening







Drama Komedi Satu Babak
Karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero
Terjemahan Drs. Sapardi Joko Damono
© 2006

P a g i   B e n i n g
( Drama Komedi Satu Babak dari tanah Spanyol )
Karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero
Terjemahan Drs. Sapardi Joko Damono


T e m p a t   K e j a d i a n
Madrid – Spanyol
Di suatu tempat – Taman terbuka
Di jaman ini juga


P e m a i n
Donna Laura
Wanita tua,  berumur kira-kira 70 tahun
Masih nampak jelas bahwa dulunya cantik dan tindak tanduknya menunjukkan bahwa mentalnya juga baik.
Don Gonzalo
Lelaki tua, berumur kira-kira 70 tahun lebih
Agak congkak dan selalu tampak tidak sabaran
Petra
Gadis pembantu Laura
Juanito
Pemuda pembantu Gonzalo




 




( DONNA LAURA MASUK, BERPEGANGAN TANGAN PADA PETRA. TANGANNYA YAN LAIN MEMBAWA PAYUNG YANG JUGA UNTUK TONGKATNYA )

LAURA          :     Aku selalu merasa gembira sekali di sini. Syukur bangkuku tidak ditempati orang lain. Duhai, pagi yang cerah! Cerah sekali.

PETRA          :     Tapi matahari agak panas, Senora.  
                       
LAURA          :     Ya, kau masih duapuluh tahun (ia duduk di bangku belakang). Aku merasa lebih letih dari biasanya (melihat petra yang nampak tak sabaR), pergilah kalau kau ingin ngobrol dengan tukang kebunmu itu!

PETRA          :     Dia bukan tukang kebunku, Senora, dia tukang kebun taman ini!

LAURA          :     Ia lebih tepat disebut milikmu daripada milik taman ini. Cari saja dia. Tapi jangan sampai terlalu jauh hingga tak kau dengar panggilanku.

PETRA          :     Saya sudah melihatnya di sana, menanti.

LAURA          :     Pergilah, tapi jangan lebih dari sepuluh menit!

PETRA          :     Baik, Senora (berjalan ke kanan)

LAURA          :     Hei, nanti dulu!

PETRA          :     Ada apa lagi, Senora?

LAURA          :     Berikan remah-remah roti itu!

PETRA          :     Ah, pelupa benar aku ini!

LAURA          :     (senyum) Aku tahu! Pikiranmu sudah lekat ke sana, heh, si tukang kebun itu!

PETRA          :     Ini, Senora (mengeluarkan bungkusan roti. Keluar ke kanan)

LAURA          :     Adios! (memandang ke arah pepohonan). Ha, mereka datang. Mereka tahu kapan mesti datang menemui aku (bangkit dan menyerahkan remah-remah roti). Ini buat yang putih, ini untuk yang coklat, dan ini untuk yang paling kecil tapi kenes. (tertawa dan duduk lagi memandang merpati yang sedang makan). Ah, merpati-merpati yang manis. Itu yang besar mesti lebih dulu, kentara dari kepalanya yang besar, dan itu ... aduh , kenes benar. Hai, yang satu itu selesai mematuk terus terbang ke dahan. Bersunyi diri. Agaknya ia suka berfilsafat. Tapi dari mana saja mereka ini datang? Seperti kabar angin saja! Meluas dengan mudah. Ha, ha, jangan bertengkar. Masih banyak. Besok kubawakan yang lebih banyak lagi!
                              (don gonzalo dan juanito masuk dari kiri. Gonzalo bergantung sedikit pada juanito. Kakinya bengkak, agak di seret)
                       
GONZALO    :     Membuang-buang waktu melulu! Mereka itu suka benar bicara yang bukan-bukan.

JUANITO      :     Duduk di sini sajalah, senior. Hanya ada seorang wanita.
                              (dona laura menengok dan mendengarkan)

GONZALO    :     Tidak, Juanito. Aku mau tersendiri.

JUANITO      :     Tapi tak ada .

GONZALO    :     Yang di sana itu kan milikku!

JUANITO      :     Tiga orang pendeta duduk di sana, Senior!

GONZALO    :     Singkirkan saja mereka! ... ... ... Sudah pergi!

JUANITO      :     Tentu saja belum! Mereka tengah bercakap-cakap.

GONZALO    :     Seperti merekat pada bangku saja mereka itu! Heh, tak ada harapan lagi, Juanito. Mari!

JUANITO      :     (menggandeng ke arah merpati-merpati)

LAURA          :     (marah). Awas hati-hati!

GONZALO    :     Apa Senora berbicara dengan saya?

LAURA          :     Ya, dengan tuan!

GONZALO    :     Ada apa?

LAURA          :     Tuan menakut-nakuti burung-burung merpati saya!

GONZALO    :     Peduli apa burung-burung itu!

LAURA          :     Apa, ha?

GONZALO    :     Ini taman umum, Senora!

LAURA          :     Tapi kenapa tadi tuan mengutuki pendeta-pendeta di sana itu?

GONZALO    :     Senora, tapi kita belum pernah jumpa! Dan kenapa tadi Senora menegur saya? Ayo, juanito! (melangkah ke kanan)

LAURA          :     Buruk amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir kalau sudah meningkat tua? (melihat ke kanan). Syukur. Ia tidak mendapat bangku! Itu, orang yang menakut-nakuti merpati-merpatiku. Ha, ia marah-marah. Ya, ayo, carilah bangku kalau kau dapat! Aduh, kasihan, ia menyeka keringat di dahi. Nah, itu dia kemari lagi. Debu-debu mengepul seperti kereta lewat! (juanito dan gonzalo masuk)

GONZALO    :     Apa sudah pergi pendeta-pendeta yang ngobrol itu, Juan?

JUANITO      :     Tentu saja belum, Senior?

GONZALO    :     Walikota seharusnya lebih banyak menaruh bangku-bangku di sini! Terpaksa juga aku kini duduk bersama wanita tua itu!
                              (ia duduk di ujung bangku,memandang dengan iri kepada laura, dan memberi hormat dengan mengangkat topi). Selamat pagi.

LAURA          :     Jadi tuan di sini lagi?

GONZALO    :     Ku ulang lagi, kita kan belum pernah jumpa!         

LAURA          :     Saya toh cuma membalas salam tuan!

GONZALO    :     “Selamat Pagi”, mestinya cukup dibalas dengan “selamat pagi” saja.

LAURA          :     Tapi tuan seharusnya juga minta ijin untuk duduk di bangku saya ini.

GONZALO    :     Ahai, bangku ini kan milik umum!

LAURA          :     Kenapa bangku yang di san itu juga tuan katakan milik tuan, hah?

GONZALO    :     Baik, baik! Sekian sajalah!
                              ( pada dirinya sendiri ) Dasar perempuan tua! Patutnya dia di rumah saja, merenda atau menghitung tasbih.

LAURA          :     Jangan mengoceh lagi. Aku juga tokh, tak akan pergi untuk sekedar menyenangkan hatimu!

GONZALO    :     (mengelap sepatunya dengan sapu tangan). Kalau disiram air sedikit tentu lebih baik. Tak berdebu lagi jadinya taman ini.

LAURA          :     Apa tuan biasa menggunakan saputangan sebagai lap?

GONZALO    :     Kenapa tidak?!

LAURA          :     Apa tuan juga menggunakan lap sebagai sapu tangan?

GONZALO    :     Hah? Nyonya kan tak punya hak untuk mengeritik saya!

LAURA          :     Toh sekarang saya ini tetangga tuan!

GONZALO    :     Juanito! Buku! Bosan mendengarkan nonsense macam itu!

LAURA          :     Alangkah sopan santun tuan ini!

GONZALO    :     Maaf saja nyonya. Tapi saya mengharap nyonya tidak bernapsu campur tangan urusan orang lain!

LAURA          :     Saya memang biasa melahirkan pikiran-pikiran saya.

GONZALO    :     Hhh, Juanito! Buku!

JUANITO      :     Ini, tuan! (mengambil buku dari kantong, don gonzalo memandang dengki pada laura; gonzalo mengeluarkan kaca pembesar dan kacamata: membuka buku)

LAURA          :     Oh, saya kira tuan mengeluarkan teleskop.

GONZALO    :     Nyonya bicara lagi!

LAURA          :     Tentunya penglihatan tuan masih baik sekali!!

GONZALO    :     Jauh lebih baik dari penglihatan nyonya!

LAURA          :     Ahai, tentu saja!

GONZALO    :     Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada kelinci-kelinci dan burung-burung.

LAURA          :     Artinya tuan suka berburu kelinci dan burung?

GONZALO    :     Saya pemburu memang. Dan sekarang pun saya tengah berburu.

LAURA          :     Ya, tentunya! Begitulah!

GONZALO    :     Ya, Senora. Tiap Minggu saya menyandang bedil bersama anjing saya pergi ke Arazaca. Iseng-iseng berburu! Membunuh waktu!

LAURA          :     Ya, membunuh waktu! Apa hanya waktu saja bisa tuan bunuh?

GONZALO    :     Nyonya kira begitu? Saya bisa menunjukkan kepala beruang besar dikamar saya!

LAURA          :     Dan saya juga bisa menunjukkan kepala singa di kamar tamu saya, meskipun saya bukan pemburu!

GONZALO    :     Sudahlah nyonya, sudah! Saya mau membaca. Percakapan cukup! Ngomong putus!

LAURA          :     Ha, tuan menyerah!

GONZALO    :     Tapi saya mau ambil obat bersin dulu. (mengambil tempat obat). Nyonya mau? (memberikan obat  itu)

LAURA          :     Kalau cocok!

GONZALO    :     Ini nomor satu! Nyonya tentu akan suka!

LAURA          :     Memang biasanya akan menghilangkan pusing.

GONZALO    :     Saya pun begitu.

LAURA          :     Tuan suka bersin?

GONZALO    :     Ya tiga kali.

LAURA          :     Persis sama dengan saya! (setelah mengambil bubukan, keduanya bersin berganti-ganti masing-masing tiga  kali).

GONZALO    :     Ehaaaah, agak enakan sekarang.

LAURA          :     Saya pun merasa enak sekarang.
                              (KE Samping) Obat itu telah mendamaikan kami rupanya!

GONZALO    :     Maaf, saya mau membaca keras. Tidak mengganggu kan?

LAURA          :     Silahkan sekeras mungkin, tuan tidak menggangu saya lagi.

GONZALO    :     (membaca) “  Segala cinta itu menyakitkan hati
                                                         Tetapi bagaimana jugapun pedihnya
                                                         Cinta adalah sesuatu yang terbaik
                                                         Yang pernah kita miliki “
                              Nah, bait itu dari penyair Campoamor.

LAURA          :     Ah!

GONZALO    :     (membaca) “  Anak-anak dari para bunda
                                                         Yang pernah kucinta
                                                         Menciumku sekarang
                                                         Seperti bayangan hampa “
                              Baris-baris ini agak lucu juga rasanya.

LAURA          :     (tertawa) Kukira juga begitu.

GONZALO    :     Ada beberapa sajak bagus dalam buku ini. Dengar!
                              (membaca) “  Duapuluh tahun berlalu
                                                         Ia pun kembalilah “

LAURA          :     Cara tuan membaca dengan kaca pembesar itu sungguh agak menggelikan saya.

GONZALO    :     Jadi nyonya bisa membaca tanpa kaca pembesar?

LAURA          :     Tentu saja, tuan.

GONZALO    :     Setua itu? Ahai, nyonya main-main saja!

LAURA          :     Coba saya pinjam buku tuan itu!
                              (mengambil buku dan membacanya keras-keras)
                                                        Duapuluh tahun berlalu
                                                         Dan ia pun kembalilah
                                                         Masing-masing saling memandang,
                                                         Berkata :
                                                         Mungkinkah dia orangnya?
                                                         Ya Allah, dimana oranya itu? “

GONZALO    :     Hebat! Saya iri hati pada penglihatan nyonya.

LAURA          :     (Kesamping) Hmm, saya hafal tiap kata syair itu.

GONZALO    :     Saya gemar sekali puisi-puisi yang bagus. Sungguh gemar sekali. Bahkan ketika masih muda, kadang-kadang suka bersyair.

LAURA          :     Sajak-sajak bagus juga?

GONZALO    :     Ya, macam-macamlah. Saya dulu sahabat dari Exprosoda, Zorilla, Bocquer, dan penyair-penyair lain. Saya kenal Zorilla pertama kali di Amerika.

LAURA          :     Eh, tuan pernah ke Amerika?

GONZALO    :     Sering juga. Pertama kesana saya waktu umur 6 tahun.

LAURA          :     Tentunya dulu tuan ikut Colombus.

GONZALO    :     (tertawa) Yah, tidak sejelek itu nasibku! Saya sudah tua, tapi belum pernah kenal Raja Ferdinand serta Ratu Isabella!
                              (keduanya tertawa). Saya juga teman Campoamor, berjumpa pertama kali di Valensia. Saya warga kota di sana.

LAURA          :     Apa sungguh?

GONZALO    :     Saya dibesarkan disana. Dan masa mudaku habis di kota itu. Apa nyonya pernah ke Valensia?

LAURA          :     Pernah! Tiada jauh dari Valensia ada sebuah villa dan kalau masih berdiri sekarang, bisa mengembalikan kenangan-kenangan yang manis. Saya pernah tinggal beberapa musim di sana. Tapi sudah lama lampau. Villa itu dekat laut, tersembunyi antara pohon jeruk. Mereka menyebutnya ... ah ... lupa ... o ya, Villa Maricella.

GONZALO    :     Maricella?

LAURA          :     Maricella. Apa tuan  pernah mendengarnya? 

GONZALO    :     Tak asing lagi nama itu ... ah, kita tambah tua tambah pelupa ... di Villa itu dulu ada seorang wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal. Dan namanya ... O ya, Laura Liorento!

LAURA          :     (kaget) Laura Liorento?

GONZALO    :     Benar (mereka saling tatap)

LAURA          :     (sadar lagi) Ah, tak apa-apa, hanya mengingatkan saya pada teman karib saya.

GONZALO    :     Aneh juga.

LAURA          :     Memang aneh! Dia diberi sebutan “ Perawan Bagai Perak”.

GONZALO    :     Tepat, “Perawan Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana. Sekarang saya seperti melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah itu. Nyonya ingat jendela itu?

LAURA          :     Ya, saya ingat itulah jendela kamarnya.

GONZALO    :     Dulu dia suka berjam-jam di jendela.

LAURA          :     (melamun) Ya, memang dulu dia suka begitu.

GONZALO    :     Dia gadis ideal. Manis bagai kembang lilia. Rambutnya hitam. Sungguh mengesankan sekali! Mengesankan sampai kapan saja. Tubuhnya ramping sempurna. Betapa Tuhan telah menciptakan keindahan seperti itu. Dia seperti impian saja.
 
LAURA          :     (ke samping) Jika seandainya tuan tahu bahwa impian itu ada di samping tuan, tuan akan sadar impian macam apa itu, heh? 
                              (keras-keras) Dia adalah gadis yang malang yang gagal cinta.

GONZALO    :     Betapa sedihnya (mereka saling memandang)

LAURA          :     Tuan pernah mendengar kabarnya?

GONZALO    :     Ya, pernah.

LAURA          :     Nasib malang meminta yang lain.
                              (kesamping) Gonzalo!

GONZALO    :     Si jago cinta cakap itu! Peristiwa cinta yang sama.

LAURA          :     Ah, duel itu.

GONZALO    :     Tepat, duel itu. Si Jago Cinta itu adalah ... saudara sepupu saya. Saya juga sayang sekali kepadanya.

LAURA          :     Oh ya, saudara sepupu. Seorang temanku menyurati saya dan bercerita tentang mereka. Dia ... saudara sepupu tuan itu ... tiap pagi lewat di depan jendelanya dengan naik kuda, dan melemparkan ke atas seberkas kembang yang segera disambut gadisnya.

GONZALO    :     Dan tak lama kemudian, dia ... saudara sepupu saya itu ... lewat lagi untuk menerima kembang dari atas. Begitu?

LAURA          :     Benar. Dan keluarga gadis itu ingin agar ia kawin dengan saudagar yang tidak ia cintai.

GONZALO    :     Dan pada suatu malam, ketika saudara sepupuku tadi tengah menanti gadisnya menyanyi ... di bawah jendela, lelaki itu muncul dengan tiba-tiba.

LAURA          :     Dan menghina saudara tuan itu.

GONZALO    :     Kemudian  pertengkaran terjadi.

LAURA          :     Dan kemudian ... duel!

GONZALO    :     Ya, waktu matahari terbit, di tepi pantai, dan si Saudagar itu luka-luka parah. Saudara sepupu saya itu harus bersembunyi dan kemudian melarikan diri.
LAURA          :     Tuan rupanya mengetahui benar ceritanya.

GONZALO    :     Nyonya pun begitu agaknya.

LAURA          :     Saya katakan tadi, seorang teman telah menyurati saya. 

GONZALO    :     Saya pun diceritai oleh saudara sepupu saya.
                              (ke samping) Heh, inilah Laura itu! Tak salah!

LAURA          :     (ke samping) Kenapa menceritakan padanya? Dia tak curiga       apa-apa.

GONZALO    :     (ke samping) Dia sama sekali tak bersalah.

LAURA          :     Dan apakah tuan pula yang menasihati saudara tuan itu untuk melupakan Laura?

GONZALO    :     Ooo, saudara sepupu saya tak pernah melupakannya.   

LAURA          :     Bagaimana begitu?

GONZALO    :     Akan saya ceritakan segalanya kepada nyonya.
                              Anak muda – Don Gonzalo itu – bersembunyi di rumah saya, takut menanggung akibatnya yang buruk sehabis menang duel itu. Dari rumah saya ia terus lari ke Madrid. Ia kirim surat-surat kepada Laura, di antaranya sajak-sajak. Tapi tentunya surat-surat itu jatuh ke tangan orang tuanya. Buktinya tak ada balasan. Kemudian Gonzalo pergi ke Afrika, sebab cintanya telah gagal sama sekali, masuk tentara dan terbunuh di sebuah selokan sambil menyebut berulangkali nama Lauranya yang sangat tercinta.  

LAURA          :     (ke samping) Dusta! Heh, dusta kotor belaka!

GONZALO    :     (ke samping) Saya tak bisa membunuh diriku lebih  ngeri lagi.

LAURA          :     Tuan tentunya telah ditumbangkan kesedihan yang sangat

GONZALO    :     Memang betul, nyonya. Dia seperti saudaraku sendiri. Dan saya kira tak lama kemudian, Laura telah melupakannya. Kembali bermain memburu kupu-kupu seperti biasanya. Tak pernah meratapinya.

LAURA          :     Tidak, Senior. Sama sekali tidak!

GONZALO    :     Biasanya perempuan memang begitu!

LAURA          :     Kalaupun itu sudah sifat perempuan, “Perawan Bagai Perak” adalah terkecuali! Teman saya itu menanti berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dan tak selembar suratpun tiba. Suatu senja ketika matahari  terbenam, dia meninggalkan rumahnya dan dengan langkah tergesa menuju pantai tempat kekasihnya menjaga nama baiknya. Ia menuliskan namanya di pasir, lalu duduk di atas karang, memandang ke kaki langit. Ombak menyanyikan tembang duka yang kekal, dan menggapai batu karang di mana perawan itu duduk. Air pasang segera tiba dan menyapu gadis itu dari muka bumi.

GONZALO    :     Ya Allah!

LAURA          :     Para nelayan di situ sering menceritakan bahwa nama yang ditulis gadis itu lenyap ditelan air pasang.
                              (ke samping) Toh kamu tak tahu aku reka-reka sendiri cerita kematianku!

GONZALO    :     ( ke samping ) Dia berdusta lebih ngeri dari dustaku!

LAURA          :     Ah, Laura yang malang!

GONZALO    :     Wahai Gonzalo yang malang!

LAURA          :     (ke samping) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa aku kawin dua tahun kemudian setelah duel itu!

GONZALO    :     (ke samping) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa dua bulan kemudian aku mengawini penari ballet  dari Paris!

LAURA          :     Nasib memang selalu aneh. Di sini, tuan dan saya, dua orang asing, bertemu secara kebetulan dan saling menceritakan kisah cinta yang sama dari dua teman lama yang telah bertahun lalu terjadi, seperti sudah akrab benar kita ini!

GONZALO    :     Ya, memang aneh. Padahal mula-mula kita bertemu tadi, kita bertengkar.

LAURA          :     Tuan juga yang tadi mengganggu merpati-merpati saya.

GONZALO    :     Memang agak kasar saya tadi.

LAURA          :     Memang kasar. (ramah) Tuan datang lagi besok pagi?

GONZALO    :     Tentu, asal pagi secerah ini. Dan takkan lagi mengganggu merpati-merpati itu, tapi saya akan membawa remah-remah roti besok.

LAURA          :     Oh, terima kasih. Burung-burung  selalu tahu berterimakasih. Hei! Mana pembantuku tadi? – Petra! 

GONZALO    :     (melihat laura yang membelakang) Tidak! Tak akan kukatakan siapa aku ini sebenarnya. Aku sudah tua dan lemah. Biarlah dia mengangankan aku sebagai penunggang kuda tampan yang lewat di bawah jendelanya.

LAURA          :     Nah, itu dia.

GONZALO    :     Itu Juanito! Dia sedang bercanda dengan gadisnya! (mengisyarati)

LAURA          :     (memandang gonzalo yang membelakang) Tidak, aku sudah berubah tua. Lebih baik ia mengingatku sebagai gadis bermata hitam yang melempar bunga dari jendela.
                              (juanito dan petra masuk) Hei, Petra!

GONZALO    :     Juanito, kau sedikit lambat.

PETRA          :     (kepada laura) Si tukang kebun memberikan bunga-bunga ini kepada Seniora.

LAURA          :     Alangkah bagusnya. Terima kasih. Sedap benar baunya! (beberapa bunga gugur ke tanah)

GONZALO    :     Ini semua sungguh menyenangkan, Senora!

LAURA          :     Demikian juga saya, Senior!

GONZALO    :     Sampai besok, nyonya!

LAURA          :     Sampai besok, tuan!

GONZALO    :     Agak panas hari ini!

LAURA          :     Pagi yang cerah. Tuan besok pergi ke bangku tuan?

GONZALO    :     Tidak, saya akan kemari saja. Itu kalau nyonya tidak berkeberatan.

LAURA          :     Bangku ini  selalu menanti tuan!      

GONZALO    :     Akan saya bawa remah-remah roti!  

LAURA          :     Besok pagi, jadilah!

GONZALO    :     Besok pagi. (laura melangkah ke kanan berpegang pada petra. Gonzalo membungkuk susah payah memungut bunga yang jatuh tadi, dan laura menengok ketika itu)

LAURA          :     Apa yang tuan kerjakan?

GONZALO    :     Juanito, tunggu dong!

LAURA          :     Tak salah, dialah Gonzalo!

GONZALO    :     (ke samping) Tak salah, dialah Laura!
                              (mereka masing-masing melambaikan tangan)

LAURA          :     Mungkinkah dia itu benar orangnya?

GONZALO    :     Ya Allah, diakah orangnya itu?
                              (keduanya tersenyum)


L a y a r   T u r u n