Saturday, August 13, 2011
Bank Syariah Mandiri Protes tak Bisa Garap KTA
Hingga sekarang, pasar kredit tanpa agunan (KTA) belum bisa dimasuki oleh perbankan syariah.
Padahal potensi pasarnya berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI) mencapai Rp250 triliun. Demikian disampaikan Direktur Bank Syariah Mandiri (BSM) Hanawijaya di Jakarta, Senin (8/8) malam. "Kue KTA itu totalnya catatan Bank Indonesia hampir Rp250 triliun. Masak bank syariah satu pun nggak ada yang bisa masuk situ. Nggak boleh dong. Pelakunya banyak orang muslim," tukasnya.
Menurutnya, sudah saatnya perbankan syariah memberikan produk KTA secara syariah. Namun, masalahnya masih terkendala dalam hal belum adanya fatwa yang sesuai dengan islam industry dalam produk KTA.
Hanawijawa menjelaskan, untuk tahap awal jika ada perbankan syariah masuk ke KTA maka dapat meraih 5%-20% dari total pangsa pasar sudah bagus buat perbankan syariah. "Untuk realisasi 5%-10%, itu kita sudah syukur alhamdulillah dan cukup kewalahan buat kita. Berapa besar dana yang harus disiapkan ya sekitar Rp25 triliun. itu bukan jumlah yang kecil," tandasnya.
Selain KTA, lanjutnya, segmen mikro juga belum digarap maksimal oleh perbankan syariah. Salah satu kendalanya adalah akad yang digunakan masih kurang efisien. "Begitu juga di dunia mikro. Di dunia mikro itu besar sekali, tapi bank syariah melakukan penetrasi di pasar kurang didukung simplifikasi dan cost yang efisien. Yang dimaksud cost efisien itu akadnya cuma satu saja, jangan sampai dua, tiga atau bahkan sampai enam," tuturnya.
"Kasihan pedagang kelontong yang minta pembiayaan. BSM itu rata-rata per account dari pengusaha mikro itu Rp28 juta. Coba bayangkan orang ngutang Rp28 juta harus bayar materainya Rp12.000-Rp18.000. Buat dia Rp18.000 itu sesuatu yang berarti. Tapi kalau dia cuma bayar sekali saja kan ini lebih mudah," bebernya.
Menurut Hanawijawa, kalau dalam ketentuan syariah tidak boleh taaluk. Artinya, tidak boleh dua transaksi dalam satu akad. "Itu tidak efisien. Paling tidak dari sisi materai saja saya sudah kalah dengan bank konvensional. Seorang pedagang mikro datang ke bank konvensional akadnya cuma pakai satu materai, tapi kalau ke bank syariah perlu dua materai karena perlu dua akad terpisah," tegasnya.
"Itulah yang ingin kami minta kepada Dewan Syariah Nasional khusus untuk perilaku pasar yang kecil-kecil diberikan kelonggaran. Akad itu sejatinya sesuai dengan nature bisnis yang terjadi ada di Indonesia," pungkasnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment