Disadur dari : www.harunyahya.com
Pendahuluan
Dalam Al Qur’an, Allah langsung menjawab semua pertanyaan
yang jawabannya dibutuhkan oleh manusia sepanjang hidupnya. Allah memberikan
pemecahan yang sempurna dan paling masuk akal untuk semua masalah yang muncul.
Seperti firman Allah pada ayat kedua surat Al Baqarah, " Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa." Ayat-ayat lainnya juga menunjukkan bahwa Allah
telah menjelaskan segalanya dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat
bagi kaum yang beriman. (QS Yusuf, 12:111)
… Dan Kami turunkan kepadamu
Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS An Nahl, 16:89)
Orang yang beriman mengatur seluruh hidupnya sesuai
dengan Al Qur’an dan berjuang untuk melaksanakan dengan hati-hati setiap hari
apa yang telah dia baca dan pelajari dari ayat-ayat Al Qur’an. Dalam segala
perbuatannya sejak bangun di pagi hari sampai tidur di malam hari, dia berniat
untuk berpikir, berbicara, dan bertindak berdasarkan ajaran Al Qur’an. Allah
menunjukkan dalam Al Qur’an bahwa pengabdian seperti ini menjadi ciri utama
seluruh kehidupan orang beriman.
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al An'am, 6:162)
Tetapi ada orang yang berpikir bahwa agama hanyalah
meliputi ritual yang terbatas pada waktu-waktu tertentu—bahwa hidup hanya
terdiri atas waktu sholat dan waktu lainnya. Mereka memikirkan Allah dan hidup
setelah mati hanya di saat mereka berdoa, berpuasa, bersedekah, atau naik haji
ke Mekah. Di waktu lain mereka tenggelam dalam urusan dunia. Hidup di dunia ini
bagi mereka adalah perjuangan tanpa arah yang jelas. Orang semacam itu hampir
memisahkan diri dari Al Qur’an sepenuhnya dan memiliki tujuan sendiri dalam
hidup, pemahaman sendiri mengenai akhlak, pandangan sendiri mengenai dunia dan
pedoman nilainya. Mereka tidak mengerti apa arti ajaran Al Qur’an sebenarnya.
Seseorang yang melaksanakan ajaran Al Qur’an dan
mengikuti Sunnah Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup tentu akan menjalani
hidup yang sangat berbeda dengan orang yang bermental seperti kita sebutkan
tadi. Orang ini tidak akan lupa bahwa dia adalah bagian dari takdir yang Allah
telah tetapkan atasnya dan akan menjalani hidupnya dengan percaya dan berserah
diri pada-Nya. Dengan demikian, dia akan tahu bahwa dia tidak perlu khawatir,
sedih, takut, resah, pesimis atau tertekan; atau dikuasi oleh kepanikan pada
saat kesulitan menghadang. Dia akan menghadapi semua yang datang kepadanya
dengan cara yang Allah tunjukkan dan izinkan. Semua perkataan, keputusan, dan
tindakannya menunjukkan bahwa dia hidup sesuai dengan Sunnah yang merupakan
kerangka pengamalan dari ajaran Al Qur’an. Baik di saat sedang berjalan,
menyantap hidangan, pergi ke sekolah, menuntut ilmu, bekerja, berolah raga,
mengobrol, menonton televisi, atau mendengarkan musik, dia sadar bahwa dia
bertanggung jawab menjalankan hidupnya sesuai dengan rida Allah. Dia
menyelesaikan semua urusan sesuai amanat yang diembannya dengan sebaik-baiknya,
sekaligus berpikir bagaimana meraih rida Allah dalam urusan yang dikerjakannya.
Dia tidak pernah bertindak dengan cara yang tidak diperkenankan oleh Al Qur’an
dan berlawanan dengan Sunnah.
Hidup dengan nilai-nilai Islam dapat dilakukan dengan
mengamalkan perintah dan nasihat yang diberikan oleh Al Qur’an pada segala segi
kehidupan. Hal demikian dan pelaksanaan Sunnah adalah satu-satunya cara agar
manusia mampu mencapai hasil terbaik dan yang paling membahagiakan di dunia dan
akhirat. Tuhan berfirman dalam Al Qur’an bahwa seseorang dapat mencapai
kehidupan yang terbaik dengan melakukan amal saleh:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An Nahl, 16: 97)
Dengan kehendak Allah, menjalani hidup sesuai ajaran Al
Qur’an dan Sunnah akan membuat seseorang mampu mengembangkan sebuah pemahaman
yang luas, kecerdasan yang unggul, kemampuan untuk membedakan antara yang benar
dan yang salah, dan kemampuan untuk mempertimbangkan sebuah urusan secara
mendalam. Karakteristik ini akan menjamin seseorang yang memilikinya akan
menjalani setiap saat dalam hidupnya dengan kemudahan yang bersumber dari
kelebihan tersebut. Seseorang yang menjalani hidupnya dengan berserah diri
kepada Allah dan sesuai dengan ajaran Al Qur’an akan sepenuhnya berbeda dengan
orang lain dalam hal cara bertindak, duduk dan berjalan, dalam sudut pandangnya
dan dalam cara menjelaskan serta menafsirkan sesuatu, juga dalam pemecahan yang
ia temukan atas persoalan yang dihadapinya.
Buku ini akan menelaah hal-hal yang dilakukan dan
kejadian yang dihadapi oleh manusia hampir setiap hari dalam kehidupan dari
sudut pandang seorang Muslim yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an. Buku
ini akan menunjukkan bagaimana seorang muslim harus menyikapi berbagai kejadian
sehari-hari dan situasi yang dihadapinya. Ada dua tujuan dari buku ini: untuk
memberikan gagasan mengenai hidup yang baik yang dapat dimiliki berkat ajaran
Al Qur’an, dan untuk mengajak semua orang ke dalam hidup yang lebih baik
melalui ajaran ini. Sudah pasti bahwa hanya ajaran Al Qur’an yang mampu membuat
seseorang menjalani hidupnya setiap jam dalam setiap hari, dan setiap saat
dalam hidupnya dalam suasana surgawi, lingkungan damai yang jauh dari tekanan,
keresahan, dan kekhawatiran di dunia ini.
Bab 1
DUA
PULUH EMPAT JAM DALAM
KEHIDUPAN
SEORANG MUSLIM
MENURUT AJARAN AL QUR’AN
Bangun di Pagi Hari
Salah satu perbedaan mendasar antara seorang Islam yang
menjalani hidupnya menurut ajaran Al Qur’an dengan mereka yang menolak Allah
adalah: kearifan yang dikaruniakan Allah kepada orang yang menggunakan nurani
dan teguh dalam kekuasaan Allah. (Untuk pembahasan lebih terperinci, bacalah
karya Harun Yahya: True Wisdom Described
in The Al Qur’an) Karena kearifannya, orang beriman segera menyadari alasan
di balik berbagai peristiwa yang menurut orang tak bertuhan dan mereka yang tak
mampu meraih kebenaran sebagai kejadian tak bermakna.
Sejak bangun di pagi hari, seorang beriman mengetahui bahwa
ada (seperti yang disebut oleh Allah dalam Al Qur’an) sebuah “tanda” di setiap
pengalaman yang dialaminya sepanjang hari. Kata “tanda” (atau ayat dalam bahasa Arab) diberikan untuk
kejadian tersebut dalam wujudnya yang merupakan bukti nyata akan keberadaan,
keesaan dan sifat-sifat Allah— ayat juga
merupakan nama untuk bagian dari surat dalam Al Qur’an. Pendapat lain yang
hampir sama dengan hal itu adalah “kenyataan yang menuntun kepada iman”. Hal
ini dapat dijabarkan sebagai kenyataan yang membawa seseorang kepada iman, dan
pada saat yang bersamaan menyebabkan tumbuh, berkembang dan menjadi kuatnya
iman. Namun hanya mereka yang dengan ikhlas kembali kepada Allah-lah yang dapat
mengenali “tanda” tersebut dan kenyataan yang menuntunnya kepada iman. Ayat ke-190
Surat Ali ’Imran adalah contohnya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat) bagi orang-orang yang berakal. (QS.
Al 'Imran, 3:190)
Bagi mereka yang beriman dan hidup berdasarkan ajaran Al
Qur’an, setiap hari baru penuh akan bukti keberadaan Allah dan kenyataan yang
menuntun kepada iman. Sebagai contoh, membuka mata dan memulai hari merupakan
salah satu nikmat Allah kepada manusia dan kenyataan yang menuntun kepada iman
yang perlu direnungkan. Hal ini karena kita tidak sadarkan diri sepanjang malam
dan semua yang dapat dia ingat dari tidur selama berjam-jam itu adalah beberapa
mimpi yang tidak jelas selama 3-5 detik. Pada saat tersebut, seseorang tertidur
tanpa berhubungan dengan dunia ini. Tubuh dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang
dia pikirkan sebagai tidur, sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah
menerangkan dalam Al Qur’an bahwa jiwa manusia diambil pada saat mereka
tertidur.
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang
belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditetapkan (QS Az Zumar, 39:42)
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang
kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari
untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah
kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan
(QS Al An'am, 6:60)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman bahwa jiwa
manusia diambil pada saat tidur, namun dikembalikan lagi sampai waktu yang
telah ditentukan untuk kematian datang. Selama tidur, seseorang setengah
kehilangan kesadaran terhadap dunia luar. Untuk bangkit dari “kematian” tidur
kepada kesadaran dan kondisi yang sama seperti pada hari sebelumnya, dan untuk
dapat melihat, mendengar, dan merasakan dengan baik dan sempurna adalah sebuah
keajaiban yang harus kita renungkan. Seseorang yang berangkat tidur di malam
hari tidak dapat memastikan bahwa nikmat yang tiada bandingannya ini akan
diberikan lagi kepadanya besok pagi. Dan kita tidak pernah dapat memastikan
apakah kita akan mengalami bencana atau bangun dalam kondisi sehat.
Orang yang beriman memulai hari barunya dengan memikirkan
kenyataan ini dan berterima kasih kepada Allah yang telah meliputinya dengan
kasih sayang-Nya dan perlindungan-Nya. Dia menatap hari baru sebagai sebuah
kesempatan yang diberikan kepadanya oleh Allah untuk meraih ridha-Nya dan
mendapatkan Surga. Di saat dia membuka matanya di pagi dini hari, dia menujukan
pikirannya kepada Allah dan memulai hari dengan sebuah sholat yang khusyuk,
Sholat subuh.
Sepanjang hari, dia bertindak atas dasar pengetahuan
bahwa Allah senantiasa mengawasinya, dan dengan seksama mencari ridha Allah
dengan mematuhi perintah dan petunjuk-Nya. Dia menjalin hubungan erat dengan
Allah dan memulai hari dengan sholat Subuh. Dengan cara ini, kemungkinan bahwa
ia akan lupa pada nikmat Allah sepanjang hari atau tidak mempedulikan
larangan-Nya menjadi kecil; dia akan berperilaku sepanjang hari dengan
menyadari bahwa Allah sedang mengujinya di dunia ini.
Seseorang yang secara tulus mengarahkan pikirannya kepada
Allah akan dituntun untuk melihat bahwa dia harus dengan seksama merenungkan
nikmat Allah yang telah diterimanya dan tak ada yang lain selain Allah yang
berkuasa memberikan itu semua kepadanya. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman agar
manusia merenungkan hal ini dalam-dalam:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan
penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa
mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling
(juga). (QS Al An'am, 6:46)
Pastilah Allah, Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui, yang
menjadikan tidur sebagai waktu istirahat bagi manusia dan memberikan kembali
nikmat-Nya pada mereka di pagi hari. Mereka yang mengetahui ini merasakan
kedekatan Allah sejak saat mereka memulai hari mereka dan bergembira dengan
karunia tiada tara yang mereka nikmati.
Mereka yang berpaling dari agama dan menolak untuk
merenungkan kenyataan ini tidak akan pernah sepenuhnya menyadari nikmat yang
mereka miliki atau mengetahui nikmat yang dirasakan oleh orang beriman. Pada
umumnya, di pagi hari, mereka merasa sulit untuk beranjak dari tempat tidur
hangat mereka dan tertekan dengan kekhawatiran untuk melangkah dalam memulai
hari. Beberapa dari mereka merasa resah dan tertekan karena hal-hal yang harus
mereka kerjakan setiap pagi. Mereka tidak mau bangun dari tempat tidur; ada
perjuangan dalam diri mereka antara bangun dan tidur barang semenit lagi.
Gangguan rohani yang sering dihadapi oleh orang-orang semacam ini adalah rasa
terganggu, tertekan dan tidak senang saat mereka bangun tidur.
Orang tak bertuhan tidak dapat menikmati kesenangan dalam
nikmat Allah; sejak mereka bangun tidur di pagi hari mereka kembali pada
kebosanan karena melakukan hal-hal yang sama setiap hari. Ada lagi jenis lain
orang yang tidak menyadari bahwa hari baru tersebut mungkin saja merupakan
kesempatan terakhir yang Allah berikan kepada-Nya: dia mempersiapkan diri
secepatnya untuk memulai hari dengan hasrat untuk mendapatkan lebih banyak
uang, untuk pamer kepada orang lain dengan harta maupun penampilannya, untuk
menarik perhatian orang dan disukai.
Orang yang tidak peduli pada kenyataan yang diwahyukan
Allah dalam Al Qur’an akan memulai hari mereka dengan cara mereka sendiri.
Umumnya, mereka kurang arif dalam cara berperilaku: mereka tidak
mempertimbangkan bahwa Allah telah menciptakan mereka, bahwa mereka bertanggung
jawab untuk mengabdi pada-Nya dan meraih ridha-Nya dan bahwa hari baru di depan
mereka mungkin saja merupakan kesempatan terakhir yang mereka miliki untuk
melaksanakan kewajiban mereka kepada-Nya. Allah menerangkan keadaan mereka
dalam ayat berikut:
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang
mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari hal itu). (QS Al Anbiya',
21:1)
Jelas bahwa mereka yang hidup tenggelam dalam kekeliruan luar biasa ini
telah melakukan kesalahan besar. Setiap orang tidak boleh lupa bahwa setiap
pagi mungkin merupakan permulaan dari hari terakhir yang telah ditentukan bagi
seseorang untuk hidup di dunia. Kematian dapat datang kapan saja, karena
kecelakaan lalu-lintas, serangan penyakit mendadak dan penyebab lain yang tak
terhitung jumlahnya. Untuk itu, seperti yang telah diungkapkan di atas, kita
harus merenungkan apa yang harus kita kerjakan dalam pemanfaatan hari yang akan
kita jalani, agar kita meraih ridha Allah.
Kebersihan
Ada beberapa hal yang menimbulkan perubahan di tubuh Anda
pada saat bangun di pagi hari. Wajah Anda kusut, rambut Anda kotor, tubuh Anda
berbau tak sedap dan ada aroma yang tidak menyenangkan dari mulut anda. Wajah
kusut yang kita lihat di cermin dan penampilan yang tidak rapi menunjukkan
ketidaksempurnaan kita. Setiap orang harus mencuci muka di pagi hari, menggosok
gigi, dan merapikan diri. Hal ini mengingatkan orang yang telah dekat dengan
ajaran Al Qur’an bahwa dia tidaklah berbeda dengan orang lain, dan hanya Allah
yang tidak memiliki kekurangan.
Lebih dari itu, saat seseorang yang ikhlas kembali kepada
Allah memandang ke cermin dan merasa tidak nyaman dengan apa yang dilihatnya,
dia makin paham bahwa dia tidak dapat memiliki keindahan apa pun hjanya dengan
kekuatan keinginannya semata.
Bisa dilihat bahwa Allah telah menciptakan dalam
hamba-Nya kekurangan untuk mengingatkan mereka akan ketergantungan mereka
kepada-Nya. Jelas bahwa menjadi kotornya tubuh seseorang dan lingkungan dalam
waktu singkat merupakan contohnya. Tetapi Allah telah menunjukkan kepada
manusia bagaimana cara untuk mengatasi kekurangan ini dan telah memberikan
nikmat berupa tersedianya sabun mandi dan sabun cuci untuk kita. Allah
memberitahu hal ini kepada kita dalam Al Qur’an:
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS Alam-Nasyrah, 94: 5-6)
Kemampuan untuk memperhatikan rahasia penciptaan nikmat
dan bersyukur kepada Allah atas hal itu hanya dimiliki oleh orang beriman yang
dikaruniai pemahaman.
Saat seseorang yang beriman sedang membersihkan dirinya,
di pagi hari atau di waktu lain di hari tersebut, ia berterima kasih kepada
Allah yang telah menyediakan alat-alat pembersih yang dia gunakan. Karena dia
tahu bahwa Allah mencintai kebersihan dan orang yang bersih, dia memandang
pembersihan diri sebagai ibadah kepada Allah dan berharap meraih ridha-Nya. Dia
dengan senang hati mematuhi apa yang diperintahkan Allah dalam ayat 4 dan 5
Surat Al Muddatstsir:
… dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (QS Al
Muddatstsir, 74: 4-5)
Dalam ayat berikut diterangkan peristiwa saat perang
Badar. Allah berfirman bahwa Dia menurunkan hujan dari surga untuk manusia agar
mereka membersihkan diri mereka dan untuk keperluan lainnya.
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan
kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan
kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan darimu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan
memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (QS Al Anfal, 8:11)
Air merupakan kebutuhan mendasar yang dibutuhkan manusia
untuk membersihkan diri, harta benda dan rumah mereka. Selain dapat
membersihkan kotoran yang terlihat dan bakteri yang tak terlihat, air juga
mampu membuat kita merasa tenang. Saat air membasuh tubuh, air akan
menghilangkan elektron statis yang menyebabkan rasa lelah dan pegal. Kita tidak
dapat melihat elektron statis di tubuh kita, tetapi elektron statis ini akan
kita sadari karena adanya suara menghentak di saat kita membuka baju hangat.
Ini adalah kejutan listrik kecil karena kita menyentuh sesuatu atau karena
gerakan rambut kita. Saat kita membersihkan badan, kita menghilangkan elektron
statis yang telah terkumpul sehingga badan terasa ringan dan nyaman. Sejuknya
udara setelah hujan reda juga merupakan bukti bahwa air telah membersihkan
elektron statis di udara.
Allah menyukai orang yang bersih dan berpenampilan rapi.
Hal ini dapat dilihat dalam beberapa ayat Al Qur’an yang memuji kebersihan
tubuh para penghuni Surga.
Allah berfirman "…
Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka,
seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan. ." (QS At Tur, 52:24),
dan dalam ayat lainnya Allah berfirman bahwa di sana terdapat “istri-istri
(bidadari) yang terpelihara ” bagi mereka di Surga (QS Al Baqarah, 2:25; QS Ali
'Imran 3:15; QS An Nisa', 4:57)
Sebagian manusia mementingkan penampilan rapi hanya
apabila mereka ingin disukai orang lain; mereka tidak peduli pada penampilan
dan kebersihan mereka di saat orang lain tidak ada. Merasa tenang berjalan di
dalam rumah hingga malam hari tanpa membersihkan diri, wajah yang kotor, dan
bau napas tak sedap, tidak terurus, tempat tidur tidak tertata dan kamar yang
tidak dirapikan disebabkan oleh pendapat yang keliru ini.
Padahal, Allah menyeru kaum Muslimin untuk menciptakan
lingkungan yang terbaik dan terbersih bagi diri mereka sendiri dan
memerintahkan setiap orang untuk menjaga kebersihan sebaik mungkin dalam segala
hal mulai dari makanan dan pakaian sampai pada tempat tinggal mereka.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah, 2:168)
Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?"
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik …" (QS Al Ma'idah, 5:4)
… (Nabi) yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … (QS Al A'raf, 7:157)
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam
Ibrahim tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,
"Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang
rukuk dan yang sujud." (QS Al Baqarah, 2:125)
Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah
hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa
lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antaramu untuk
pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat
manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu,
(QS Al Kahfi, 18:19)
… dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari
dosa). Dan ia (Yahya) adalah seorang yang bertakwa. (QS Maryam 19:13)
Sementara gaya hidup orang-orang jahiliah membuat mereka
menciptakan lingkungan yang tidak nyaman dan tidak sehat untuk ditinggali
dengan tangan mereka sendiri, kaum Muslimin, sesuai dengan ajaran Al Qur’an,
menjalani hidup yang baik di dunia. Orang-orang jahiliah menciptakan lingkungan
yang menyulitkan diri mereka sendiri dan orang lain di sekitarnya, sementara
kaum muslimin menata hidup mereka di tempat yang sehat dan menumbuhkan semangat,
tempat setiap orang dapat hidup dalam kenyamanan dan kedamaian pikiran.
Singkatnya, sesuai dengan ajaran Al Qur’an, orang beriman akan bersih diri
dan berpenampilan baik, bukan untuk orang lain, tetapi karena demikianlah yang
dikehendaki oleh Allah dan secara alami, karena cara inilah yang terasa paling
nyaman. Dengan membersihkan tempat tinggal mereka, mereka merasakan kesenangan
yang berlimpah karena menciptakan lingkungan yang membuat orang lain merasa
nyaman di dalamnya; dalam hal kebersihan mereka tidak sedikit pun menunjukkan
keengganan, dan mereka senantiasa berusaha sekuat tenaga agar bersih dan
berpenampilan baik.
Berpakaian
Pada saat orang yang beriman memutuskan pakaian mana yang
hendak dikenakannya sepanjang hari dan mengenakannya, dia menyadari sebuah
kenyataan penting: bahwa pakaian adalah salah satu dari nikmat Allah yang tidak
terhitung banyaknya dan ada kebaikan dalam adanya pakaian. Semua orang
mengambil manfaat dari nikmat ini, tetapi hanya seorang muslim yang hidup
sesuai dengan ajaran Al Qur’an yang mampu menghargai dengan baik bahwa pakaian
yang indah adalah kasih sayang dari Allah dan bersyukur kepada-Nya atas berkah
tersebut. Pakaian segera mengingatkan orang beriman bahwa makhluk hidup adalah
sumber pakaian wol, kapas, dan sutra. Bahan pakaian yang kita pakai, hampir di
setiap saat dalam hidup kita, diperoleh dari tumbuhan dan hewan yang merupakan
ciptaan yang menakjubkan. Dengan kata lain, seandainya Allah tidak menciptakan
makhluk hidup yang memiliki kemampuan menyediakan untuk manusia berbagai macam
pakaian dari yang paling sederhana sampai yang paling mewah, maka bahan mentah
tersebut tidak akan ada.
Meskipun mereka sebenarnya mengetahui ini, sebagian orang
tidak peduli atau, karena kesesatannya, tidak menghargai nikmat yang mereka
miliki. Karena mereka diberi pakaian yang mereka butuhkan sejak mereka lahir,
berpakaian telah menjadi kebiasaan bagi mereka. Kebiasaan ini melalaikan mereka
dari menyadari bahwa pakaian mereka merupakan nikmat. Mereka juga lalai untuk
mensyukurinya. Padahal, salah satu alasan mengapa Allah menurunkan nikmat di
dunia adalah agar manusia berterima kasih kepada-Nya atas semua nikmat
tersebut. Oleh karena itu, marilah kita mempelajari alasan mengapa Allah
menciptakan pakaian untuk kita. Mari kita mulai dari manfaat pakaian tersebut
untuk kita.
Pakaian seolah sebuah tameng yang melindungi tubuh
manusia dari dingin, sinar matahari yang berbahaya, dan bahaya ringan di
sekitar kita seperti lecet dan cedera. Kalau kita tidak memiliki pakaian, kulit
tipis yang menutupi tubuh manusia akan sering terluka oleh berbagai bahaya
ringan tersebut. Tentu itu menyakitkan, mengancam kesehatan, dan kulit dapat
mengalami kerusakan yang parah.
Allah berfirman dalam Al Qur’an tentang alasan lain
penciptan pakaian pelindung:
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. (QS. Al A’raf, 7: 26)
Sebagaimana yang disampaikan ayat ini, pakaian memberi
manusia penampilan yang lebih indah.
Jelaslah bahwa pakaian merupakan kebutuhan yang tak bisa
dielakkan dan nikmat sangat penting yang telah Allah berikan kepada kita. Orang
beriman yang menyadari ini akan sangat berhati-hati dan tidak sembarangan dalam
mengenakan pakaian. Ini menunjukkan bahwa dia sangat bersyukur kepada Allah
atas nikmat yang telah dikaruniakan-Nya.
Sifat lain yang dikaruniakan kepada orang beriman
berdasarkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al Qur’an adalah kesederhanaan
dalam membelanjakan uang yang juga diterapkan pada saat membeli pakaian. Dia
membeli barang yang dia butuhkan, cocok dengannya, dan tidak berlebihan. Dia
tidak menghamburkan uang dengan membelanjakan uang untuk barang yang tidak
diperlukannya. Ayat berikut menunjukkan kenyataan tersebut:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah yang demikian. (QS Al Furqan, 25:67)
Kehatian-hatian dalam berpakaian bagi seseorang yang
menjalani hidup sesuai Al Qur’an tidak hanya berhenti sampai di sini. Sebagai
contoh, selain berpakaian dengan pakaian yang bersih, orang beriman yang
menghargai keindahan akan berhati-hati dalam berpakaian dengan baik dan juga
disesuaikan dengan situasi yang ada. Sebagaimana ditunjukkan oleh Al Qur’an, pakaian
itu menyenangkan untuk dipandang mata (Surat al-A'raf: 26). Ada beberapa contoh
mengenai bagaimana Nabi Muhammad, SAW berpakaian dan anjurannya mengenai hal
ini dalam sabdanya kepada kita:
“Makanlah apa yang kamu suka, dan pakailah apa yang kamu suka dengan
memperhatikan bahwa tidak terdapat dua hal: berlebih-lebihan dan kemewahan yang
sia-sia.” (Maulana Muhammad Mansyur
Nu'mani, Ma'ariful Hadith)
Berikut ini juga merupakan keterangan yang diberikan
kepada kita mengenai bagaimana Nabi Muhammad, SAW berpakaian:
Setiap saat seorang utusan datang kepada Rasulullah. dia akan mengenakan
pakaian terbaiknya dan memerintahkan sahabat-sahabat dekatnya untuk melakukan
hal yang sama (Tabaqat Hadith, Volume
4, Nomor 346)
Ketika seorang sahabatnya tidak mempedulikan penampilannya
dan terlihat tidak rapi, Nabi Muhammad, SAW. segera menegurnya. Contoh ini
telah disampaikan kepada kita:
Rasulullah sedang berada di mesjid, di saat seseorang dengan rambut tidak
disisir rapi dan janggut kusut datang. Nabi (SAW) menunjukkan jari kepadanya,
seperti mengisyaratkan padanya bahwa dia harus merapikan rambut dan janggutnya.
Orang tersebut pergi dan melakukan apa yang diisyaratkan, kemudian kembali.
Nabi (SAW) berkata, “Tidakkah lebih baik jika setiap orang dari kalian datang
dengan rambut terurus?" (Malik's
Muwatta, Volume 2, Nomor 949)
Dalam Al Qur’an, Allah berfirman bahwa pakaian dan
perhiasan merupakan bagian dari nikmat terbaik di Surga. Beberapa di antaranya
disebutkan dalam ayat-ayat berikut:
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga
itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan
pakaian mereka adalah sutera. (QS Al Hajj, 22:23)
… mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk)
berhadap-hadapan. (QS Ad Dukhan, 44:53)
Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan
dipakaikan kepada mereka gelang yang terbuat dari perak … (QS Al Insan, 76:21)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman mengenai sutra
halus dan sutra tebal, dan perhiasan yang terbuat dari emas, perak dan mutiara.
Perhiasan yang kita miliki di dunia ini sama dengan yang ada di Surga. Bagi
orang yang beriman, memandang perhiasan ini (mereka memilikinya atau tidak)
merupakan sarana yang menuntunnya untuk merenungkan Surga dan keinginan yang
lebih besar untuk mencapainya. Orang beriman merenungkan tujuan penciptaan
semua itu dan menyadari bahwa segala nikmat di dunia ini tidaklah kekal. Satu-satunya
nikmat sejati dan yang kekal terdapat di akhirat.
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak
akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan
baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir
sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas
dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang
mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala
yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah. (QS Al Kahfi, 18:30-31)
Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang
yang menjalani hidup sesuai Al Qur’an dan Sunnah dalam hal pakaian adalah bahwa
penampilan luar sangat penting dalam membangun hubungan dengan orang lain.
Berdasarkan alasan ini, orang beriman akan memberikan perhatian lebih pada apa
yang akan dia kenakan ketika mengajak orang lain menerima agama Al Qur’an. Dia
akan sangat bersemangat memakai pakaian yang bersih, bersahaja, dan cocok dengannya.
Ini menunjukkan pengabdiannya kepada perintah Allah dan penghormatannya kepada
orang lain.
Hanya mereka yang hidup sesuai Al Qur’an saja yang sangat
memperhatikan kondisi psikologis seseorang. Dia juga berhati-hati agar dapat
seberhasil mungkin dalam menyampaikan jalan keselamatan yang abadi. Dia pun
sangat teliti mengenai apa yang sedang dikenakannya.
Sebagai kesimpulan, orang beriman yang menjadikan Nabi
Muhammad, SAW sebagai teladan, selalu berada dalam keadaan bersih, rapi, dan
berpakaian menarik. Dia sangat menikmati hal ini karena mengharapkan meraih
ridha Allah.
Sarapan Pagi
Setiap orang beriman yang dikaruniai oleh Allah dengan
kemampuan untuk berpikir dan memiliki pemahaman, mengerti tentang suatu hal
penting saat dia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Hal penting itu
adalah bahwa semua nikmat yang diciptakan dan diberikan dalam bentuk makanan
dan minuman adalah bukti (penciptaan) yang menuntunnya pada keimanan.
Misalnya, api yang digunakannya untuk memasak makanan
dapat menyebabkan bahaya besar baginya bahaya besar pula pada banyak makhluk
lain. Api juga dapat menghancurkan. Namun panas merupakan kebutuhan dalam
mengolah makanan agar dapat dimakan. Dan dari sudut pandang ini, api justru
adalah nikmat yang sangat besar. Dengan kata lain, sebagaimana hal-hal lainnya
di dunia, api telah ditundukkan untuk melayani manusia. Dalam Al Qur’an Allah
berfirman:
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya…. (QS Al Jatsiyah, 45:13)
Selain itu, api adalah peringatan bagi orang beriman
dalam hidup ini akan pedihnya api Neraka. Dalam Al Qur’an, ketika menggambarkan
orang-orang yang dimasukkan ke dalam neraka, Allah menyebut adanya api yang
pedih. Dalam beberapa ayat, Dia menggambarkan pedihnya api yang telah
diciptakan-Nya untuk orang-orang yang berpaling dari-Nya:
(Hari pembalasan itu) ialah hari
ketika mereka diazab di atas api neraka. (QS Adz Dzariyat, 51:13)
Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam
keadaan cacat. (QS Al Mu’minun, 23:104)
Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang
bernyala-nyala. (QS AL Fath, 48:13)
Saat orang beriman memikirkan dengan imannya yang
mendalam mengenai api yang bergejolak dalam Neraka tersebut, ketakutan kepada
Allah pun muncul. Mereka berdoa kepada-Nya dan berlindung kepada-Nya dari api
Neraka. Dengan cara ini, hal keseharian yang sangat remeh pun dapat menjadi
peringatan akan persoalan yang besar ini, dan ini merupakan ciri amal yang
sangat penting bagi orang beriman.
Seseorang yang sungguh-sungguh merenung tanpa prasangka
mengenai makanan yang dimakannya untuk sarapan akan memperoleh banyak petunjuk
darinya. Rasa dan aroma roti, madu, keju, tomat, teh, sari buah, pentingnya
makanan dan warna-warninya merupakan nikmat. Semuanya menyediakan protein, asam
amino, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan cairan yang dibutuhkan tubuh.
Untuk menjalani hidup sehat, kita harus makan secara teratur dan cukup. Yang
menakjubkan, ini bukan pekerjaan yang sulit bagi kita. Ini malah merupakan
sesuatu yang kita nikmati. Buah-buahan, sayuran, nasi, dan roti memenuhi
kebutuhan makanan seseorang dan juga memberikan banyak kesenangan.
Sebenarnya, semua yang telah kita bahas tadi merupakan
hal yang amat sepele dan diketahui dengan baik oleh setiap orang. Semua orang
akrab dengan kegiatan itu dalam setiap 24 jam kesehariannya, sejak dia
dilahirkan. Namun sebagian besar orang tidak merenungkan hal ini dengan benar.
Dia tidak sadar bahwa semua itu telah dikaruniakan oleh Allah untuk kehidupan
keseharian kita. Semuanya disepelekan begitu saja, tidak ada kesadaran tentang
betapa berharganya itu semua.
Padahal, semua makanan dan minuman lezat tersebut mampu
menyediakan berbagai manfaat bagi tubuh manusia, dan setiap makanan atau
minuman itu merupakan ciptaan yang mengagumkan. Sebagai contoh, seekor lebah
yang berbobot hanya beberapa gram menghasilkan madu. Karena vitamin dan mineral
yang dikandungnya atau karena kekhasan struktur yang dimilikinya, madu berguna
untuk kesehatan dan obat bagi manusia. Dalam Al Qur’an Allah berfirman bahwa
Dia mengilhamkan sifat madu dan memberi ilham pada lebah madu saat bekerja:
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibangun oleh
manusia," kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu
keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS An Nahl,
16:68-69)
Orang beriman yang merenungkan proses pembuatan madu
menjadi sadar akan keajaiban penciptaan yang terkandung di dalamnya. Dia segera
mengerti bahwa mekarnya pohon yang berbuah, yang menjadi bahan mentah dasar
untuk madu, yang sari bunganya diubah oleh lebah menjadi madu, maupun madu yang
menakjubkan itu sendiri, tidak dapat
terjadi secara kebetulan. Hal ini mendekatkan dirinya kepada Allah.
Lebih lanjut, kepatuhan tanpa syarat dari seekor lebah
kecil kepada Allah juga merupakan bukti lain yang menuntun kepada iman. Orang
beriman akan mengerti bahwa berdasarkan petunjuk Allah-lah, seekor lebah madu
yang tidak memiliki kecerdasan ataupun kesadaran sebagaimana yang telah kita
pahami, bekerja tanpa henti dan dengan disiplin sempurna melaksanakan tugasnya
yang menakjubkan itu.
Pentingnya daging, susu, keju, dan manfaat lain dari
binatang sebagai nikmat bagi manusia dari Allah difirmankan dalam Al Qur’an:
Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat
pelajaran yang penting bagimu. Kami memberimu minum dari air susu yang ada
dalam perutnya. Dan pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang
banyak untukmu, sebagian darinya kamu makan. (QS Al Mu’minun, 23:21)
Ada keterangan tentang “apa yang ada dalam perutnya”,
ketika ayat tersebut menerangkan kepada kita tentang manfaat yang kita ambil
dari hewan. Misalnya, ada sesuatu yang tertinggal dalam proses pencernaan dari
pakan yang dimakan oleh sapi, air yang diminum oleh sapi, darah yang mengalir
dalam pembuluh darah, dan alat-alat tubuh sapi. Sungguh merupakan keajaiban
bahwa aroma manis, bersih, campuran putih semacam susu yang sangat bermanfaat
bagi kesehatan manusia, dapat dihasilkan dari campuran rumit semacam itu.
Hebatnya lagi, susu dihasilkan dengan sifat paling menyehatkan, padahal jelas
susu terletak pada bagian yang mengandung kotoran.
Petunjuk lain tentang pengetahuan Allah yang Mahaluas
adalah kenyataan bahwa satu-satunya bahan mentah yang digunakan untuk
menghasilkan susu adalah rumput hijau. Namun hewan yang menghasilkan susu ini
dapat mengeluarkan cairan putih dari bahan hijau kaku tersebut berkat sistem
mengagumkan yang Allah ciptakan dalam tubuh mereka. Dalam Al Qur’an, Allah
menerangkan kepada kita tentang bagaimana susu dibuat:
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran
bagimu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu
yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang
meminumnya. (QS An Nahl, 16:66)
Seperti kita ketahui, susu merupakan minuman yang sangat
kaya akan beberapa bahan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Susu merupakan
cairan yang berperan penting dalam pertumbuhan anak-anak dan orang dewasa.
Makanan lain yang berasal dari hewan, kecil bentuknya
namun nilai gizinya sangat besar, adalah telur. Pembentukan gudang protein,
vitamin, dan mineral ini merupakan keajaiban yang lain. Seekor ayam yang rendah
tingkat kecerdasannya mampu menghasilkan telur setiap hari dan melindungi telur
yang dihasilkannya dengan kemasan yang mengagumkan. Memperhatikan bagaimana
kulit telur dibentuk secara menakjubkan mengelilingi cairan yang ada di dalam
kulitnya, walaupun tanpa pelindung, meningkatkan kekaguman yang dirasakan oleh
orang beriman terhadap seni penciptaan Allah.
Berbagai minuman, yang dianggap oleh sementara manusia
harus tersedia dalam sarapan, berasal dari tumbuhan. Setelah daun-daun tumbuhan
tersebut mengalami proses tertentu, daun tersebut menjadi cairan beraroma
manis. Beribu-ribu macam tumbuhan yang tumbuh dari tanah yang sama menunjukkan
kekuasaan, kekuatan, dan kasih sayang tak terbatas dari Allah yang telah
menciptakannya. Sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an:
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan
delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya)… (QS Al
An'am, 6:141)
Allah memberi kita nikmat yang tak terhitung jumlahnya.
Dia menciptakannya banyak nikmat untuk kita makan. Dia menguji manusia dalam
hidup di dunia ini dengan kekayaan dan kemiskinan. Dia menyukai orang yang
menunjukkan akhlak terpuji di saat berhadapan dengan ujian ini. Dia menerangkan
dalam Al Qur’an bahwa mereka akan menerima nikmat yang kekal di dalam Surga.
Sebagai contoh, sementara sebagian orang menyantap sarapan yang lezat, orang
lain hanya memiliki sedikit makanan. Namun orang beriman, kaya atau miskin,
akan selalu bertingkah laku dengan cara diridhai oleh Allah dan bersyukur
kepada-Nya dengan ikhlas. Apabila dia kaya, dia tidak akan sombong atau menjadi
tinggi hati. Apabila dia miskin, dia tidak akan khawatir dan menyesali
keadaannya.
Orang beriman menyadari bahwa Allah sedang mengujinya.
Dia juga menyadari bahwa segala hal dalam hidup ini adalah tidak kekal. Al
Qur’an menyatakan bahwa Allah akan menguji manusia melalui kebaikan dan
keburukan. “Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan." (QS Al Anbiya', 21:35). Dengan alasan ini, orang yang
hidup sesuai dengan Al Qur’an mengetahui bahwa bukanlah nikmat yang dia terima,
melainkan sikapnya terhadap nikmat tersebutlah yang bernilai di hadapan Allah.
Walaupun dia tidak kaya, orang beriman dengan ikhlas bersyukur kepada Allah.
Dalam Al Qur’an Allah menerangkan bahwa Dia akan menambah nikmat kepada mereka
yang bersyukur dengan ikhlas dan kesungguhan hati. Dia juga memperingatkan
orang yang tidak bersyukur akan pedihnya siksa di Neraka:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS
Ibrahim, 14:7)
Orang yang merenungkan bukti kesempurnaan ciptaan di
sekililingnya, dan juga alasan di balik penciptaan makanan, juga akan melihat
kehendak Yang Mahakuasa di dalam susunan dan cara kerja mulut yang diciptakan
untuk memakan makanan dengan mudah. Agar manusia dapat makan, makanannya,
bibirnya, gigi, lidah, rahang, kelenjar ludah, dan jutaan sel bekerja sama
dalam keselarasan yang sempurna. Semua ini diatur sedemikian rupa sehingga
beberapa fungsi dapat dilakukan pada waktu bersamaan tanpa menimbulkan
gangguan. Gigi memotong makanan menjadi bagian-bagian kecil, dan lidah
terus-menerus mendorong makanan di sela-sela gigi untuk dikunyah. Dengan otot
yang kuat, rahang membantu gigi mengunyah ketika orang yang makan menggerakkan
lidahnya dengan cara yang sesuai. Bibir berperan sebagai pintu yang tertutup
dengan rapat untuk mencegah makanan keluar dari mulut.
Selain itu, bagian-bagian yang membentuk organ-organ
tubuh ini bekerja sama dalam keselarasan yang sempurna. Misalnya, gigi, sesuai
dengan tempat dan susunannya, menggigit makanan menjadi bagian-bagian kecil dan
mengunyahnya. Seluruh gigi diatur dan disusun pada tempatnya sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Setiap gigi tumbuh dan tinggal dalam ukuran panjang
tertentu agar dapat bekerja sama dengan baik dengan gigi yang ada di tempat
yang berlawanan dengannya. Tentunya organ ini tidak memiliki kesadaran atau
kecerdasan. Gigi tidak dapat menentukan sendiri bagaimana bekerja sama dengan
gigi yang lain. Dan koordinasi luar biasa seperti yang telah dijelaskan
tersebut tidak terjadi secara kebetulan. Setiap bagian dibuat sesuai dengan
kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak ada keraguan bahwa rancangan
menakjubkan ini berasal dari Allah Yang “telah
menciptakan segala sesuatu, dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.” (QS Al Furqan, 25:2). Allah telah menciptakan semua ini
untuk memudahkan manusia memakan makanannya dan mengambil manfaat serta
menikmatinya.
Hal penting lainnya yang direnungkan oleh orang beriman
adalah kenyataan bahwa dia dapat mencium bau makanan di dapur dan mengecapnya
tanpa susah payah. Hal ini dimungkinkan oleh indera yang dimilikinya. Indera
pengecap dan penciumannya, yang tidak berhenti sepanjang hidupnya, bekerja
dengan sempurna tanpa biaya apa pun; mereka tidak pernah berlatih untuk
menggunakannya dengan cara yang benar, dan mereka pun tidak menyadari kegiatan
indera tersebut.
Apabila seseorang tidak memiliki indera pengecap ini,
berbagai macam rasa dari daging, ikan, sayuran, sup, selada, buah, minuman, dan
selai tidak akan ada arti baginya. Selain itu, rasa makanan tersebut mungkan
tidak akan lezat, hambar, tawar, atau tidak mengenakkan dan memualkan perut.
Tidak diragukan lagi bahwa rasa dan indera yang menerimanya telah secara khusus
diciptakan untuk manusia. Adalah kesalahan besar jika tidak menyadarinya karena
kelalaian akibat kebiasaan. Al Qur’an menerangkan bahwa Allah menciptakan
makanan yang baik dan bersih untuk manusia:
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai
atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki
dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha
Agung Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Ghafir, 40:64)
Sudah barang tentu, bagi orang-orang yang berpikir,
setiap rasa merupakan sarana untuk bersyukur kepada Allah dengan sebaik-baiknya,
mengingat-Nya dengan penuh rasa terima kasih, memuji-Nya, dan berterima kasih
pada-Nya. Orang beriman yang mengetahui bahwa setiap jenis makanan lezat dan
minuman datang dari Allah, memikirkannya saat dia duduk di meja makan, sehingga
bersyukur kepada Allah. Allah berfirman dalam Al Qur’an:
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang
mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari
itulah mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur, dan
Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari
buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka
tidak bersyukur? (QS Ya Sin, 36:33-35)
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan
binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan
dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan
binatang-binatang itu untuk mereka. Maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka
dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat dan
minuman. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS. Ya Sin, 36: 71-73)
Sebagian orang tidak berpikir tentang pentingnya beberapa
kenyataan yang sangat penting. Padahal, mereka telah menyantap makanan yang
berasa dan beraroma lezat yang telah memenuhi kebutuhan mereka secara sempurna
sepanjang hidup mereka. Kenyataan yang mereka abaikan tersebut adalah, bahwa
Allah telah menciptakan nikmat yang tiada bandingannya ini bagi mereka, dan
mereka harus bersyukur kepada Allah, Yang telah menyediakan itu semua. Jelas
sebuah sikap yang keliru. Mereka seharusnya tidak melupakan bahwa mereka akan
ditanya di akhirat, tentang apakah mereka telah bersyukur kepada Allah.
Orang beriman menyadari bahwa Allah telah memberikan
tubuh sebagai amanat. Dia bertanggung jawab untuk menjaga nikmat tiada tara ini
sebaik mungkin. Untuk itu dia harus memberi tubuh tersebut makanan dengan cara
yang sehat. Dia tahu bahwa agar bekerja dengan baik, tubuh harus sehat,
sehingga harus diberi makanan yang cukup dengan menu yang seimbang. Dia tahu
bahwa tubuhnya harus mendapat semua makanan yang dibutuhkannya untuk
pertumbuhan 100 triliun sel dan agar tubuh bisa pulih dan berfungsi sebagaimana
mestinya. Jadi, baik di saat sarapan, maupun pada waktu lainnya di hari
tersebut, dia akan makan makanan sehat dan alami. Dia menghindari makanan yang
berbahaya, walaupun terlihat menarik dan lezat. Dia tidak akan lalai atau
ceroboh dalam masalah ini. Misalnya, dia tahu bahwa berfungsinya alat tubuhnya,
kemampuan tubuhnya untuk membersihkan bahan beracun, dan kemampuan tubuhnya
untuk menghilangkan sakit dan lelah, semuanya tergantung pada air (banyak orang
mengabaikan untuk meminumnya secara teratur). Dia dengan seksama meminumnya dalam
jumlah yang cukup sepanjang hari. Nabi kita, SAW dalam beberapa kesempatan
menunjukkan kepada kita akan pentingnya air.
"All praise is due to
Allah Who has made it delicious and sweet by His grace and has not made it
either salty or unsavoury." (Imam Ghazali's Ihya Ulum ad-Din)
Sebagai contoh, dalam sebuah perjalanan dia duduk di
suatu tempat dan meminta air dari orang yang berada di sebelahnya. Setelah
membasuh tangan dan wajahnya dan meminum air, beliau bersabda pada pengikutnya,
“Percikkan sebagian airnya pada wajah dan dadamu.” (Sahih al-Bukhari) Nabi Muhammad, SAW bersabda setelah meminum air:
“Segala puji bagi Allah Yang
telah membuatnya lezat dan manis dengan kasih sayang-Nya dan tidak membuatnya
asin atau membahayakan.” (Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin)