Monday, July 18, 2011

Kasus Nazaruddin Terkait Pilpres 2014

Oleh : IBERAMSJAH
Dimensi konflik internal di Partai Demokrat memiliki perbedaan dibandingkan dengan konflik partai lainnya. Konflik di Demokrat tidak serta-merta muncul dari internal partai itu. Konflik itu justru terpicu dari terkuaknya kasus suap Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan dan percobaan suap yang dilakukan M Nazaruddin terhadap Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M Gaffar.
Dua kasus ini pun menjadi booming dan memicu kasus-kasus hukum lainnya yang diduga melibatkan petinggi Partai Demokrat. Faksi-faksi yang berkonflik di Demokrat sebelum kongres di Bandung, sekarang ini kembali bergejolak dan saling serang dengan memanfaatkan dua kasus itu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampaknya resah atas konflik di internal pertainya dan serta-merta menyerang media massa. Presiden SBY dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat menggelar konferensi pers untuk meluruskan pemberitaan di media massa soal kasus hukum dan keributan di Demokrat.
Namun, temu wartawan tersebut dinilai bukan satu solusi yang baik dan strategis. Mengapa demikian? Berikut petikan wawancara wartawan Harian Umum Suara Karya, Feber Sianturi dengan pakar politik dari Universitas Indonesia (UI) Iberamsjah di Jakarta, baru-baru ini.
Apakah keributan di Partai Demokrat akibat kegagalan komunikasi dan menajemen pemerintah?
Konflik antarfaksi di internal Partai Demokrat belum selesai, meskipun diklaimisasi, bahwa semua faksi telah diakomodir sehingga tidak ada lagi perseteruan.
Contohnya?
Bukti konkrit adalah kasus mantan Bendahara Umum Nazaruddin yang diduga terlibat kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang mencuat ke permukaan. Ini pula yang menjadi pemicu konflik di internal partai itu. Kasus hukum itu dijadikan senjata untuk menyerang kubu Anas (Ketua Umum Anas Urbaningrum). Bukan rahasia umum, bahwa Nazaruddin orangnya Anas. Karena itu, Anas menunjuk Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Berdasarkan bukti semakin menunjukkan bahwa komunikasi dan menejemen internal Partai Demokrat masih kacau.
Bahkan klarifikasi yang dilakukan Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menengahi konflik Demokrat, justru memunculkan masalah baru. Banyak kalangan menilai dominasi SBY yang menomorduakan Ketua Umum Partai Demokrat justru membuat blunder. Sikap yang ditunjukkan SBY itu tidak akan memecahkan masalah karena tidak melegitimasi kepengurusan yang ada sekarang.
Konkritnya, SBY dinilai telah melakukan "kudeta" terhadap Anas Urbaningrum sebagai orang nomor satu di Partai Demokrat. Penampilan sosok SBY sebagai figur central pada penjelasan yang dilakukan di Cikeas, Bogor, baru-baru ini mengindikasikan bahwa SBY memiliki kekuasaan penuh dalam terhadap Demokrat. Sedangkan, Anas hanya dijadikan 'boneka' SBY.
Menurut Anda, apakah seorang Ketua Umum di Partai Demokrat bisa menjadi tokoh central?
Seharusnya Anas Urbaningrum dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, bisa. Buat apa jadi ketua umum kalau bukan dia yang beri klarifikasi. Seharusnya, tugas dan tanggung jawab Anas untuk menjawab pemberitaan media massa serta mengatasi kemelut di internal Demokrat. Sayangnya, Anas tak melakukan idealisme kepemimpinan sebagai orang nomor satu di Demokrat.
Jadi, SBY melakukan manuver politik?
Sekarang ini SBY menjadi orang terpanik di Indonesia dan telah menjadi seorang paranoid. SBY menyadari bahwa dirinya tidak lagi memiliki wibawa penuh di hadapan para kader dan pengurus Partai Demokrat. Karena itu, dia (SBY - Red) melakukan manuver politik untuk menunjukkan powernya di hadapan kader Partai Demokrat, termasuk masyarakat umum.
Maksudnya kehilangan popularitas dan wibawa!? Terpilihnya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat melegitimasi kekalahan SBY. Bukankah SBY mengusung Andi Malarangeng? Dhus, kemenangan Anas membuktikan bahwa SBY kurang dihargai oleh DPD dan DPC Partai Demokrat.
Apakah bisa diduga, keributan Demokrat justru merupakan skenario SBY?
Patut diduga. Sebab, SBY sebagai Presiden memiliki akses untuk membongkar dokumen proyek-proyek pemerintah yang juga melibatkan kader Demokrat, khususnya dari kubu Anas. Dokumen dilempar ke publik melalui media massa. Selanjutnya, kasus hukum dan 'pertikaian' Demokrat menjadi konsumsi publik dan politik. Pada saat genting dan keributan semakin panjang, SBY tampil dengan sosok pemimpin yang berhasil menengahi dan membela Partai Demokrat. Sedangkan, Anas Urbaningrum akan dilegitimasi kader sebagai pemimpin yang tak tegas dan tak punya kemampuan karena tak berhasil menenangkan konflik antarkader. Karena itu, saya menyebut SBY melakukan 'kudeta' terhadap kepemimpinan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Soal instruksi SBY untuk mendukung Anas?
Strategi politik SBY. Analisis sederhananya, mengapa kemudian SBY menyerang media sebagai penyebab konflik tajam di internal Partai Demokrat? Mengapa SBY tak menyerang kader Partai Demokrat yang berantem dan tak cerdas? Itu artinya, SBY sedang mengonsolidasikan pamornya di hadapan para kader Partai Demokrat. SBY menyadari bahwa dirinya sangat butuh dukungan Anas. Namun, ia tak rela jika popularitas Anas melebihi dirinya.
Adakah kepentingan SBY pada 2014?
Siapa pun yang maju sebagai Presiden tak akan menjadi substansi kekhawatiran bagi SBY. Bagi SBY, menurut saya, bagaimana setelah Pilpres 2014, dirinya dan keluarganya tak diganggu oleh lawan politiknya. Kepentingan SBY pasca Pilpres 2014 sangat besar. Karena itu, SBY akan mencari figur capres yang akan melindunginya.
Apakah Anas bukan figur idaman SBY?
Anas bukan seperti Andi Malarangeng. Anas memiliki tipikal dan prinsip. Sedangkan Andi Malarangeng pragmatis. SBY khawatir jika tidak bisa mengendalikan Anas.
Menurut Anda, SBY tahu Anas akan maju pada Pilpres 2014?

Sebagai ketua umum, tentunya Anas punya peluang untuk mencalonkan diri sebagai capres. Apalagi jika Demokrat berhasil sebagai pemenang Pemilu 2014.

No comments:

Post a Comment